Kamis, 12 Juli 2012

Putih


Biarkanlah mengalir bersama busur waktu
Biarkan ia menapak senja belanjut senja
Biarkanlah ia bertapak dari fajar sampai menyingsingnya
Biarkanlah menjadi lembar – lembar kisah yang bermakna
Jangan biarkan ia tercemar oleh cacatnya kelaliman
Biarkan ia tetap suci apa adanya
Jagalah kemurniannya
Jangan biarkan puing – puing itu meruntuhkannya
Rawatlah tiang penyokongnya
Jangan biarkan ia mendendam dusta
Selimutilah dari keangkuhan dunia ini
Tutupilah ia dari kemunafikan duniawi
Putih.....
Tetaplah menjadi putih
Tetaplah tertanam dalam sanubari
Merekahlah kesucian itu
Dalam cinta juga bahagia

Ragu


Sampai kapan hati ini kan terus meragu
Merenggangkan tali kasih yang pernah terikat
Memudarkan kasih sayang yang pernah terbina
Mungkinkah hati ini kan terus meragu?
Hingga dapat meruntuhkan ribuan asmara yang pernah terbina
Entah apa yang selama ini terpendam
Entah terbesit benci atau atau murka yang bergejolah dalam hati
Mungkin mentari tak mampu lagi memberi
Ribuan cinta yang terpancar suci
Ribuan kasih yang terpancar abadi
Mungkin sebentar lagi hanya tinggal sayatan pedih
Yang akan memuji pahit di dalam hati
Ataukah cinta itu kan bersemi kembali
Membentang suci diantara dua hati
Mungkin ragu kan terus menggebu dalam cinta juga sanubari

Diriku


Bukan mimpi yang membawaku duduk di sini, di tempat ini
Tapi lebih pada ridha ilahi yang menuntunku kemari
Lewat dua insan yang meluruhkan nafas per iring namaku
Aku anggap ini sebagai ridha-Nya
Diriku hanya gumpalan daging yang menyerap barang haram
Hanya kumpulah perilaku – perilaku picik yang terpendam dalam memori
Diriku bukan manusia abadi yang akan kekal
Diriku mampu terpejam saat sinarku padam, meranggas bersama dengan nafasku
Mungkin dengan meluruhnya nafasku semua akan terbina
Cinta yang hendak meranggas, rindu yang pernah meradu
Semua karena piciknya batinku
Apakah dewi waktu tak mampu mengambil diriku yang kelu
Kaku dalam linangan air mata mereka
Syahdu dalam senyuman hangatnya
Mungkin dalam benakku telah terpendam rasa iri yang tak mampu lari
Iri yang tak mampu pergi hingga aku bisa memurnikan nurani
Diriku adalah seonggok periaku tercela yang mampu menghancurkan tiangnya

Rindu Semu


Tak akan ada lagi agrari yang menyatukan
Tak dapat lagi bercecah dalam alunan kita
Terbesit luka yang kan menyelinap dalam dada
Tak mungkin kuungkap semua
Lewat hati yang mulai berderu
Pada cinta yang mulai tersiksa
Tak bisa sepenuhnya menyalahkan dewi waktu
Saat semua mulai memudar pilu
Saat semua mulai berdecit kaku
Kidung waktu kan terus berdendang
Dalam bahagia yang kanterpisah
Dengan anugerah yang telah menanti di depan sana
Syair – syair indah pujangga kehidupan
Kan mengisi puisi – puisi indah kehidupan
Biarlah mereka menari demi eloknya masa depan
Tampak balur – balur rindu yang akan  menggebu
Semua cerita akan meradu
Meranggas bersama anggunnya kidung waktu
Tak tahu kapan kan kembali
Aliran rindu yang akan menjadi temu
Hanya bisa menggema dari dalam palung nurani

Hanya Khayalanmu



Aku telah berpacu dengan otakku
Mengalahkan keringat  perjuanganku
Terpuruk dalam keluh kesahku
Meluruhkan setiap langkah perjuanganku
Aku terpenjara dalam setiap detik perjuanganku
Aku tak mampu merangkak naik dari lubang penyesalan ini
Sanubariku telah terpatri janji dalam nuranimu
Pengingkaran adalah salah satu jalan melewatinya
Aku tak mampu berteman dengan perjuanganku
Aku tak mampu merapikan serpihan – serpihan lukaku
Sedikitpun hatiku tak bersahabat denganku
Sesekali rasaku tak kuhiraukan
Langkah demi langkah semakin tak berujung
Setiap perasaanku tak mengarah padamu
Rasaku tak berpeluh keringatmu
Jantungku tak berdetakkan nadimu
Aku tak lagi merasakan jiwa belaian kasih
Aku tak bisa lagi menjadi penjaga ragamu
Anugerah cinta itu telah mati
Surga duniawi telah pergi
Rusukmu bukanlah diriku
Dalam mimpimu itulah aku
Hanya khayalanmu.....